Muthola’ah Kitab Kifayatul
Awwam
Muallif
: Syeikh Muhammad al Fudholi
Pengampu
: Ustadz Tsabit Ghufron (Tsabit Abil Fadhil),
Mutakhorij MHM Lirboyo Kediri
Al Katib :
Al Faqir Al Jatihadi
Mulai
ngaji : Jumat, 14 Juli 2017
(masukan, komplain, copy = hubungi penulis)
(Jangan
lupa membacakan surotil fatihah untuk kanjeng Nabi, keluarga Nabi, shohabat,
muallif kitab, dan guru-guru kita)
Bismillahirrohmaanirrohiim
Dengan
menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ar Rahmaan merupakan
kasih sayang Allah bagi semua makhluk, baik mukmin maupun kafir –berlangsung di
dunia. Ar Rahiim merupakan sifat Allah
yang memberikan kasih-Nya hanya untuk orang yang beriman, orang yang percaya
(read : mukmin).
Alhamdu
lillah
Segala
puji (4 hal : qodim alal qodim, qodim alal huduts, huduts alal huduts, huduts
alal qodim) hanya milik Allah SWT. Zat tunggal yang mewujudkan makhluk.
Wassholatu
. . .
Untaian
sholawat dan salam semoga senantiasa tecurah kepada Junjungan kita Nabiyullah
Muhammad SAW (hamba yang paling utama), keluarga Nabi, para shohabat yang
mempunyai sifat agung dan memberikan petunjuk ke arah kebenaran.
Ada
suatu pertanyaan : katanya Nabi Muhammad, para shababat dll sudah pasti masuk surga, tapi
mengapa kita masih bersholawat, masih mendo’akan kepada mereka?
Jawaban
: Ibaratkan sebuah gelas atau sebuah cermin. Nabi Muhammad
adalah gelas yang telah penuh rohmah, jika kita bersholawat maka isi dari gelas
akan luber dan kita harapkan luberan air tersebut akan kita terima. Pun Nabi Muhammad ibarat cermin
yang ketika kita bersholawat kepada Beliau maka akan kembali ke kita. Bukan Nabi
yang butuh kita doakan.
“Apa alasanmu muslim? Mengapa kamu muslim?”
Jawaban:
Agama yang paling masuk akal adalah agama Islam.
Wa
ba’du
Hamba
yang butuh kepada rohmah Allah yang Maha Luhur (Syeikh Muhammad bin Syafi’i
al Fudholi as Syafi’i) berkata : sebagian teman memintaku untuk mengarang
sebuah risalah kecil yang menerangkan ketauhidan. Kemudian aku mengabulkan
permintaan tersebut dengan metodologi seperti yang digunakan oleh Syeikh Sanusi
yaitu dalil-dalil aqliyyah. Hanya saja aku menyandingkan dalil-dalil dengan hal
yang didalili dan aku menambah dalil itu dengan penjelasan sesuai ilmuku karena
banyak orang yang tidak memahami secara tafsil (rinci).
Wasammaituha
Risalah
ini kunamakan “Kifayatul Awwam” yang mencakup falsafah/ ilmu
kalam. Kepada Allah aku memohon semoga risalah ini bermanfaat. Dialah Allah zat
Yang Maha Mencukupi dan Yang Mewakili.
I’lam
Ketahuilah,
setiap muslim wajib mengetahui 50 aqidah, setiap aqidah wajib mengetahui
bukti-bukti ijmaliyyah (global) dan tafshiliyyah (terperinci).
Sebagian
ulama’ mewajibkan mengetahui dalil secara tafshil, namun jumhur ulama’
menganggap bahwa dalil ijmali sudah cukup. Yang dimaksud dalil tafshili adalah
ketika seseorang ditanya tentang bukti Allah itu ada maka ia menjawab semua
makhluk ini menunjukkan eksistensi Allah, makhluk yang ada setelah tiada karena
ada yang mengadakan (Allah). Sedangkan tatkala seseorang hanya menjawab dengan
eksistensi makhluk tanpa mengetahui sebab-sebabnya maka disebul dalil ijmali
(sudah cukup menurut jumhur ulama’).
Adapun
taqlid –dalam istilah jawa “gandulan sarunge kyai- adalah mengetahui 50
aqidah tanpa mengetahui bukti global maupun spesifik. Mengenai masalah taqlid,
terjadi perselisihan pendapat diantara ulama’. Ada sebagian (minoritas) ulama’
yang berpendapat taqlid itu tidak cukup, orang yang taqlid adalah kafir.
Ibnu Arobi dan Sanusi menjelaskan dalam syarah kitab al Kubro yang menyatakan
menolak kepada orang yang berkata kecukupan taqlid. Akan tetapi, dinukil bahwa
Sanusi menarik pendapatnya dan menyetujui kecukupan taqlid. Namun hal ini hanya
qiila wa qoola, muallif belum menemukan di redaksi kitabnya.
Tingkatan
iman
- Ijmali (global)
- Tafshili (terperinci)
- Tahqiiqi(sangat mendetail, keyakinan yang kokoh)
(Jumat,
14 Juli 2017)
Muqoddimah
Ketahuilah
bahwa sesungguhnya aqidah yang berjumlah 50 yang nanti akan diterangkan nanti
dikumpulkan dalam 3 ranah, yaitu wajib, mustahil dan jaiz. Dikumpulkan
(kristalisasi) bukan dikurangi. Warga Nahdhiyyin mengumpulkan semua
aqidah Islam dalam 3 hal (ilmu akar).
- Wajib
Yang pertama adalah wajib. Dalam redaksi kitab Kifayatul
Awwal (Tauhid) yang dinamakan wajib adalah sesuatu yang tidak bisa
digambarkan / dibenarkan oleh akal ketiadaannya. Dalam arti yang sederhana
wajib itu harus ada. Ketika tidak ada maka akal tidak bisa menggambarkan/
menerima/ membenarkan, alias tidak logis, tidak relistis.
Contoh: Jirim/materi (maa siwallah) yang membutuhkan tempat. Wajib
butuh tempat untuk eksis. Jirim dibatasi oleh dimensi ruang, waktu dan arah.
Pohon, papan tulis, kopi dll membutuhkan tempat untuk ada.
Eksistensi surga (media) penting karena mewadahi manusia
(butuh media) untuk bertemu dengan Allah (tanpa media).
Eksistensi Allah menurut beberapa pandangan
a. Tashawuf
falsafi meyakini Allah membutuhkan tempat untuk ada
b. Kristen
meyakini Allah berada di surga
c. Wahabi
meyakini Allah berada di atas langit. Namun di atas langitnya Allah berbeda
dengan di atas langitnya makhluk. Allah punya telinga, telinga Allah berbeda
dengan telinga makhluk dst.
- Mustahil
Yang kedua adalah mustahil yang merupakan lawan dari wajib.
Definisi muatahil dalam kitab ini adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan
/ dibenarkan oleh akal keberadaannya. Sesuatu yang mustahil untuk eksis
serta ketiadaannya masuk akal/logis.
Contoh: jirim yang tidak mungkin (mustahil) untuk bergerak dan diam
alam waktu yang bersamaan. Akal tidak membenarkan hal tersebut.
- Jaiz
Ranah yang ketiga adalah jaiz. Definisi jaiz dalam kitab ini
adalah sesuatu yang bisa dibenarkan oleh akal keberadaannya dalam satu waktu
dan ketiadaannya dalam waktu yang lain.
sesuatu yang tidak bisa digambarkan / dibenarkan oleh
akal ketiadaannya: ketika dikatakan Zaid mempunyai anak ya sah-sah saja, skal bisa
menerima. Ketika dikatakan Zaid tidak mempunyai anak akal pun bisa membenarkan.
Karena keberadaan anak bagi Zaid adalah sesuatu yang jaiz.
Ketiga bagian tersebut memang merupakan kristalisasi dari
semua aqidah. Mukallaf (orang yang sudah bisa dikenai hukum Islam) baik
laki-laki maupun perempuan wajib mengetahui aqidah tersebut. Imam
haromain mengatakan bahwa sesungguhnya memahami 3 ranah tadi merupakan suatu
inti sari dari akal. Barang siapa tidak mengetahui makna wajib, makna mustahil,
dan makna jaiz maka dikatakan dia tidak punya akal. Dalam kata lain akalnya
tidak ada. (read : majnun)
(Jumat,
21 Juli 2017)
Faidzaa qiila hunaa al qudrotu...
a.
Perbedaan wajib dalam perspektif tauhid dan fiqh
Tatkala dalam ilmu tauhid disebutkan “Qudrat itu wajib
bagi Allah” maka makna wajib disini adalah sesuatu yang tidak bisa dibenarkan
oleh akal ketiadaannya.
Dalam perspektif ilmu fiqh, wajib adalah apabila
dilakukan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan maka mendapat dosa/
siksa. Kedua definisi diatas tidak bisa disamakan.
Berarti apabila dikatakan wajib bagi mukallaf meyakini
qudrat/ilmu Allah SWT maka yang dimaksud wajib disini adalah dalam ilmu fiqh,
apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan maka mendapat
dosa/ siksa.
Sedangkan jika dikatakan Qudrat/ilmu bagi Allah itu wajib.
Maka wajib disini masuk dalam ranah ilmu tauhid.
b.
Anjuran muallif agar kita tidak taqlid
Berusahalah
membedakan keduanya (perspektif tauhid dan fiqh). Jangan menjadi orang yang
taqlid dalam aqo’ididdin karena iman orang yang taqlid menjadi ikhtilaf ulama.
Bagi yang berpendapat taqlid tidak cukup maka neraka adalah tempat kembali
selamanya (read : kafir [wal iyadu billah]). Sedangkam bagi yang menganggap
taqlid itu cukup maka tidak apa-apa.
Bahkan imam Sanusi berkata bahwa tidak
dikatakan seseorang itu beriman ketika dia berkata “saya orang yang
manteb –yakin dengan seyakinnya- dengan qoidah-qoidah meskipun saya
dipotong-potong menjadi beberapa potongan (read : dimutilasi), saya tidak akan
goyah dari keyakinan itu” sehingga dia mengetahui 50 qoidah dengan
buktinya.
Mendahulukan
ilmu tauhid ini merupakan hal yang wajib, seperti keterangan dalam kitab
Syarhil Aqo’id.
Jumat,
28 Juli 2017
Al awwalu minsshifatil wajibah lillahi ta’ala al wujud
Terdapat
ikhtilaf mengenai ta’rif wujud.
- Pandangan pertama
Selain Imam Asy’ari (Imam Maturidzi)
dan ulama’ yang mengikutinya berpendapat bahwa wujud merupakan sifat yang wajib
bagi dzat selama dzat tersebut masih ada (melekat pada dzat). Wujud merupakan
sifat yang tidak diillati dengan ‘illat(laa tu’allilu bi’illatin). Makna
wujud disini adalah sifat. Sesungguhnya wujud tidak bisa naik ke
derajat maujud sehingga dapat disaksikan dan tidak bisa turun ke derajat ma’dum
(tiada) sehingga memang murni ada. Bisa dikatakan bahwa wujud adalah hal yang
berada di antara ada dan tiada.
Sebagai contoh, wujudnya Zaid adalah
sifat yang wajib bagi dzatnya Zaid, artinya tidak bisa berpisah dari dzatnya
Zaid. Makna laa tu’allilu bi’illatin adalah wujudnya dzat tidak muncul dari
sesuatu, sifat wujud muncul bersamaan dengan wujudnya.
Berbeda dengan Zaid (maa siwallah)
yang berkuasa. Sifat kuasa muncul karena Zaid punya kuasa. Zaid itu berkuasa
memiliki arti bahwa ada 2 sifat yaitu wujud dan kuasa yang tak
dapat disaksikan dengan panca indera.
Setiap dzat yang melekat pada dzat
yang tidak di’illati oleh ‘illat dinamakan sifat nafsiyyah. Pandangan yang
pertama ini memandang bahwa wujud adalah sifat nafsiyyah (sifat inti). Wujud
eksis dahulu sebelum sifat-sifat yang lain. Ta’rif dari nafsiyyah adalah
sesuatu yang tidak bisa digambarkan oleh akal kecuali dengan melihat
sifat-sifatnya (keadaannya). Contohnya kebutuhan tempat bagi jirim kopi.
Apabila kopi tidak butuh tempat maka tidak masuk akal.
Pendapat yang pertama ini menyatakan
bahwa wujud adalah sifat. Berarti wujudnya Allah bukan dzatnya
Allah, wujud makhluk bukan dzat makhluk. Sifat tak sama dengan dzat.
Sifat dan zat adalah dua hal yang berbeda namun dalam satu uniti, satu kesatuan
yang tak dapat dipisahkan.
- Pandangan kedua
Jika pendapat pertama menyatakan
bahwa wujud adalah sifat, pendapat kedua berpandangan lain. Qoul yang kedua ini
adalah qoul Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan ulama’ yang mengikutinya.
Imam Asy’ari memberikan ta’rif tentang wujud. Yang dinamakan wujud adalahh ainu
dzat (kenyataan dzat). Berarti wujud Allah adalah dzatnya Allah, wujud
makhluk adalah dzatnya makhluk.
Pandangan Imam Asy’ari dapat
diketahui bahwa wujud bukan sifat. Wujud adalah ainu dzat dan sifat
adalah ghoiru dzat. Berarti wujudnya Allah adalah dzatnya Allah.
Simpulan
dari dua versi pendapat di atas : wujud adalah sifat menurut qoul yang pertama,
wujud adalah dzat menurut qoul yang kedua.
Jumat,
4 Agustus 2017
Waddaliilu
‘alaa wujuudillah.....
Dalil
wujud Allah adalah baru datangnya (keberadaan) alam semesta yang berawal dari
ketiadaan.
Alam semesta terdiri atas ajrom seperti dzat-dzat(materi) dan a’rod
seperti gerak, diam dan warna. A’rod adalah sifat yang baru datang yang
melekat pada materi. Dengan demikian, jirim dan a’rod adalah hal yang tidak
dapat dipisahkan.
Sesuatu
hal baru yang ada tidak sah (read: mustahil) ada dengan sendirinya. Begitupula dengan alam
semesta ini, yang berawal dari sebuah ketiadaan. Wujudnya alam sifatnya
sama/setara dengan adamnya alam. Alam
itu muncul/ditemukan karena sifat wujudnya lebih unggul daripada sifat adamnya.
Contohnya : Seseorang dikatakan diam karena sifat geraknya hilang, dan
dikatakan bergerak karena sifat diamnya hilang. Kang Zaid boleh-boleh saja
dilahirkan tahun 2017 atau tidak diwujudkan sama sekali yang berarti
membuktikan ada proses penciptaan, adanya kehendak dzat yang mewujudkan, tidak
eksis dengan sendirinya.
Fahaashiluddaliil.......
Alam
terdiri atas ajrom dan a’rod yang keduanya baru datang, bermakna bahwa diadakan
setelah ketiadaaan. Sesuatu yang baru datang wajib ada zat pembaharu.
Karena alam hadits (baru datang) maka wajib butuh muhdats (zat yang
mendatangkan). Muhdats dikenal dengan lafadz jalalah (Allah) dan asma-asma yang
lain seperti risalah yang dibawa oleh para nabi. Ini aalah dalil aqli.
Simpulannya, baru datangnya alam adalah bukti wujudnya Allah.
Waammaddaliilu
‘alaa huduutsil ‘alam......
Ketahuilah
bahwa alam terdiri atas ajrom dam a’rod saja seperti keterangan sebelumnya.
A;rod seperti gerak(harokat) dan diam(sakanat) adalah sesuatu
yang baru datang. Bisa disaksikan adanya perubahan dari ada ke tiada atau
dari tiada ke ada. Contohnya : gerak Zaid itu hilanh ketika Zaid diam, dan
diam zaid hilang ketika Zaid bergerak.
Fa’alimta
annal a’rod
Kita
telah mengetahui bahwa a’rodh adalah sesuatu hal yang baru, sedangkan ajrom
menetap pada a’rodh dan setiap hal yang melekat pada sesuatu yang baru maka hal
itu baru.
Simpulan
dalil: ajrom menetap pada a’rodh yang baru, setiap hal yang melekat pada
sesuatu yang baru maka hal tersebut baru, sehingga ajrom adalah hal yang baru.
Wujud ajrom dan a’rodh setelah tiada merupakan dalil eksistensi Allah SWT,
karena sesuatu yang baru wajib memiliki pembaharu. Dan Zat Maha Pembaharu alam
semesta ini tidak lain adalah Allah SWT. Hal ini termasuk dalil ijmali –dalil
umum yang menurut imam Sanusi dan Imam Ibnu ‘Arobi menganggap kafir orang yang
tidak mengetahui dalil ijmali. Maka berusahalah agar iman kita tidak
diperselisihkan.
Jumat,
18 Agustus 2017
ص 33
الصفة
الثانية الواجبة له تعالى القدم
Sifat
wajib bagi Allah SWT yang kedua adalah qidam.
Makna
: tanpa permulaan, tiada yang mengawali
Berbeda
dengan Kang Zaid yang mempunyai awalan yaitu tercipta dari nuthfah dst.
(+)
peradaban manusia (read : Adam) bermula sekitar 8000 SM
(+)
Dalam Kristen, Tuhan itu Alfa (awal) tapi hanya sekadar klaim. Kita tahu bahwa
Yesus mempunyai awal yaitu dilahirkan oleh sayyidah Maryam (Yesus punya
awalan).
Terdapat
ikhtilaf ma’na Qodim dan Azali
1.
Qoul pertama
Qoul I menyatakan bahwa qadim sama
dengan azali.
2.
Qoul kedua
Qoul kedua menyatakan bahwa qodim
berlaku dalam sifat maujud, sedangkan azali berlaku pada sifat wujud dan ghoiru
wujud. Jadi cakupan azali lebih besar/luas/umum daripada qodim.
Azali
itu zat + sifat seperti wujud, qidam, ....., kalam
Qodim
itu sifat seperti kaunillahi qodiron.
Dalil
qidamnya Allah SWT
Jika
Allah tidak qodim maka pastilah Allah hadits, hadits butuh muhdats, muhdast
butuh muhdats yang lain........etc dan tidak ada endingnya, maka terjadi
tasalsul –kesinambungan
sesuatu dengan sesuatu yang lain tanpa ujung- atau daur –berhentinya
sesuatu karena sesuatu yang lain (Allah A diciptakan oleh Allah B, Allah B
diciptakan oleh Allah C, Allah C diciptakan oleh Allah D, Allah D diciptakan
oleh Allah A dst). Baik tasalsul maupun daur keduanya mustahil. Sehingga
hudutsnya Allah adalah sesuatu yang mustahil. Dengan kata lain, Allah wajib
mempunyai sifat qidam.
Mukallaf
wajib mengetahui dalil ijmali agar imannya tidak hanya taqlid yang
diperselisihkan.
Jumat,
25 Agustus 2017
35 ص
الصفة
الثالثة الواجبة له تعالى البقاء
Sifat
wajib bagi Allah SWT yang ketiga adalah baqo’(kekal).
Makna:
tidak ada yang mengakhiri.
Dalil
: jika sifat adam(tiada) boleh disandingkan dengan Allah maka pasti Allah
hadits, hadits butuh muhdats etc sehingga yang terjadi adalah tasalsul atau
daur.
Penjelasan:
jika sesuatu boleh mempunyai sifat adam maka sesuatu tersebut tidak
mempunyai sifat qidam, karena sesuatu yang ada (wujud) jika bertemu sesuatu
yang tiada (adam) maka sifat wujudnya boleh ada boleh tiada, maka
sesuatu tersebut hadits, hadits butuh muhdats etc sehingga terjadi daur atau
tasalsul yang keduanya mustahil.
Mukallaf
wajib mengetahui setiap aqidah dan wajib mengetahui dalil umumnya. Apabila dia
mengetahui aqidahnya saja dan tidak tahu dalilnya maka hal tersebut tidak cukup
bagi ulama’ yang menganggap taqlid itu tidak cukup. Imannya masih kontroversial
(diperselisihkan).
Jumat,
8 September 2017
36 ص
الصفة
الرابعة الواجبة له تعالى المخالفة للحوادث
Sifat
wajib bagi Allah SWT yang keempat adalah mukholafah lilhawadits.
Makna:
Allah berbeda dengan makhluq dari segala sisi.
Makhluq
: manusia, jin, malaikat, cahaya, batu, air etc.
Menyifati
Allah dengan sifat-sifat makhluq = tidak sah.
Sifat-sifat
makhluq seperti: berjalan, duduk, memiliki anggota2(mulut, mata, telinga etc)
etc.
Allah
disucikan/dibersihkan dari sifat-sifat makhluq.
NOTE : SESUATU YANG KAMU GAMBARKAN TENTANG ALLAH ADALAH BUKAN ALLAH.
(+)
Ada 2 konsep memahami ayat-ayat mutasyabihat (read : belum jelas, lawan dari
muhkamat) dalam Qur’an.
1.
Era salaf (Nabi, Shahabat & tabi’in) memahami dengan tafwidh ma’a tanzih (pasrah
apa adanya dengan mensucikan)
2.
Era kholaf (setelah tabi’in) memahami dengan takwil (mengarahkan
pada makna yang sesuai/patut)
Karena
2 konsep diatas maka muncul qo’idah :
طريقة
السلف أسلم, طريقة الخلف أحكم
Toriqotussalaf aslam,
thoriqotul kholaf ahkam
Toriqohnya salaf itu lebih
selamat, toriqohnya kholaf itu lebih bisa dipakai hukum.
*)
konsep salaf (tafwidh
ma’a tanzih) silakan digunakan ketika sudah mampu mengendalikan akal dalam
artian ketika ada lafadz “Allahu akbar” tidak membayangkan besarnya Allah SWT.
*)
konsep kholaf (takwil) silakan digunakan ketika akal masih membayangkan dzat
Allah, maka harus ditakwil. Misalkan yadullah dimaknai kekuasaan Allah,
Allah turun ke langit bumi dimaknai rihmat Allah yang turun ke langit bumi,
etc.
Dalil
mukholafah lilhawadits
Jika
Allah menyamai sesuatu maka Allah sama dengan sesuatu, jika sesuatu itu baru
datang (hadits) maka tidak salah jika dikatakan Allah itu hadits, jika Allah
hadits maka butuh muhdats......etc maka terjadi daur atau tasalsul yang keduanya mustahil, sehingga Allah tidak
sama dengan makhluq. Dalam kata lain Allah berbeda dengan makhluq-Nya.
Natijah/simpulan
Kamu
bisa mengatakan jika Allah serupa dengan hadits dalam sesuatu maka Allah sama
dengan makhluq, karena sesuatu yang boleh pada salah satu 2 hal yang sama maka
sesuatu tersebut boleh pada hal yang lain, hudutsnya Allah itu mustahil karena
Allah wajib mempunyai sifat qidam dan ketika huduts tidak berada pada Allah
maka Allah berbeda dengan makhluq.
Tidak
ada sesuatu di antara Allah dan makhluq.
Keterangan
di atas termasuk dalil ijmali yang wajib diketahui oleh setiap mukallaf.
Perbedaan
Allah dengan makhluq
No.
|
Perbedaan
|
Allah
|
Makhluq
|
1.
|
Dzat
|
Qidam, tidak tersusun dari jirim
dan a’rodh
|
Hadits, tersusun dari jirim dan
a’rodh
|
2.
|
Sifat
|
Sempurna
|
Kurang
|
3.
|
Af’al
|
Menciptakan
|
Diciptakan
|
Jumat,
6 Oktober 2017
38 ص
الصفة
الخامسة الواجبة له تعالى القيام بالنفس
Sifat
wajib bagi Allah SWT yang kelima adalah berdiri sendiri.
Makna:
Allah tidak butuh tempat dan zat yang mewujudkan (mukhoshshish).
Tempat (mahal)
itu dzat.
Mukhoshshish
itu dzat yang mewujudkan.
Allah
tidak butuh dzat untuk berdiri dan tidak butuh dzat yang mewujudkan, karena
Allah Dzat Yang Maha Mewujudkan segala sesuatu.
Dalil
qiyamuhu binafsih:
jika Allah butuh tempat untuk
berdiri/eksis-seperti kebutuhan putih (read : sifat putih) pada dzat untuk
eksis- maka Allah adalah sifat, sedangkan sifat tidak mungkin disifati dengan
sifat, sehingga hal itu mustahil. Jadi, Allah tidak butuh tempat.
Jika Allah butuh dzat yang
mewujudkan, maka Allah hadits, jika hadits maka butuh muhdats, muhdats butuh
muhdats.............. etc sehingga terjadi daur/tasalsul yang keduanya
mustahil. Jadi, Allah tidak butuh dzat yang mewujudkan.
Simpulannya, Allah tidak butuh tempat dan dzat yang mewujudkan.
In
other words, Allah berdiri sendiri(qiyamuhu binafsih).
40
ص
الصفة
السادسة الواجبة له تعالى الوحدانية فى الذات والصفات والافعال
Sifat
wajib bagi Allah SWT yang keenam adalah satu dalam dzat, sifat, dan af’al.
Makna:
tanpa ta’addud (bilangan). Allah SWT Esa satu dalam:
1.
dzatnya
Kam
muttashil fi dzat: Allah tersusun dari beberapa juzz/komponen.
Kam
munfashil fi dzat: ada wujud lain yang serupa dengan Allah SWT.
Sifat
wahdaniyyah menafikan 2 kam diatas.
2.
sifatnya
Kam
muttashil fu shifat: Allah mempunyai 2 sifat yang serupa (2 qudroh, 2 irodah, 2
ilmu)
Kam
munfashil fi shifat: ada keserupaan sifat yang sama dengan Allah yang dimiliki
oleh selain Allah.
Sifat
wahdaniyyah menafikan 2 kam diatas.
3.
af’alnya
Kam
munfashil fil af’al: ada af’al (perbuatan) lain selain af’al Allah.
Sifat
wahdaniyyah menafikan kam diatas.
Di
alam semesta ini tidak ada af’al lain selain af’alullah. Makhluk (manusia,
malaikat dll) tidak mempunyai af’al. Namun ada beberapa pemahaman yang harus diketahui
agar tidak menjadi Jabbariyyah.
Secara
hakikat: semua af’al hakikatnya adalah af’alnya Allah.
Secara
majazi: tetap ada sabab musabab/ hukum kausalitas (read: sunnatullah).
Secara
adab: yang buruk dari manusia, yang baik dari Allah SWT.
Akibat
dari 5 kam di atas adalah sebuah kehancuran alam semesta.
Ringkasan
5 kam yang mustahil
- Kam muttashil fi dzat: Allah tersusun dari
beberapa juzz/komponen.
- Kam munfashil fi dzat: ada wujud lain yang
serupa dengan Allah SWT.
- Kam muttashil fu shifat: Allah mempunyai 2
sifat yang serupa (2 qudroh, 2 irodah, 2 ilmu)
- Kam munfashil fi shifat: ada keserupaan sifat
yang sama dengan Allah yang dimiliki oleh selain Allah.
- Kam munfashil fil af’al: ada af’al (perbuatan)
lain selain af’al Allah.
Sifat
wahdaniyyah menafikan kam-kam diatas.
Jumat
, 20 Oktober 2017
Dalil wajibnya wahdaniyyah bagi Allah SWT
Dalil
wajibnya wahdaniyyah bagi Allah SWT adalah wujudnya alam.
Keberadaan
alam semesta menjadi bukti bahwa Allah SWT itu esa.
Jika
Allah SWT mempunyai sekutu/teman maka yang timbul adalah kerancuan/banyak
persoalan.
1.
Persoalan pertama
Ada kalanya Allah dan sekutunya
sepakat dalam mewujudkan alam, yang terjadi adalah eyel-eyelan. Tuhan pertama berkata, “Bumi
itu saya yang menciptakan dengan kuasa saya.” Tuhan yang kedua berkata,”Bukan,
bumi itu yang menciptakan adalah saya dan kamu”.
2.
Persoalan kedua
Ada kalanya berbeda dalam
mewujudkan alam. Tuhan pertama berkata, “Saya ingin bumi itu bulat.” Tuhan yang
kedua berkata,”Saya ingin bumi itu datar”.
Akibat
Allah mempunyai sekutu :
1.
Ketika sepakat, maka yang timbul adalah berkumpulnya 2 dzat yang mewujudkan.
2.
ketika berbeda
- Ada kalanya keinginan Tuhan 1
terjadi, kehendak Tuhan 2tidak terjadi (lemah). Kita boleh/sah mengatakan
sama terhadap 2 hal yang sama. Misalkan kita mengatakan kedua Tuhan (Tuhan
1 dan 2) lemah.
- Ada kalanya kehendak kedua tuhan
tidak terjadi karena sama-sama kuat, sama-sama irodah. Maka yang terjadi
adalah keduanya sama-sama lemah.
- Ada kalanya kehendak tuhan 1 dan
kehendak tuhan 2 sama-sama terjadi, mustahil, akal tidak akan menerima hal
tersebut.
(+)
Logika normal akan menerima Tuhan itu satu. Apabila meyakini bahwa tuhan lebih
dari satu maka logikanya tidak normal (read: cacat).
(+)
Kaum kafir Quraisy mengakui kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
mengenai keesaan Allah SWT. Akan tetapi mengapa mereka tidak masuk Islam?
Alasannya:
- Gengsi
- Faktor ekonomi: takut komoditi
dikuasai oleh Islam (read: Muhammad). Faktor ini yang paling dominan.
- Faktor berhala (faktor yang
resesif).
(+)
Berhala Issaf dan Naila adalah dulunya sepasang kekasih yang melakukan hubungan
intim di dalam Ka’bah. Namun para pemujanya menganggap bahwa Issaf dan Naila
adalah manusia yang patut diteladani.
45
Jumat,
3 November 2017
Ngapunten mauquf, dereng sempet nglajengke……..
Mugi manfa’ah
…………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Lanjutan (Kitabah ini penulis mauqufkan setahun lebih dengan alibi
sibuk. Selain itu, penulis pernah mendapati maqolah “Kalau bisa ditunda, mengapa
dikerjakan sekarang?” Reader jangan ikut-ikutan termakan maqolah
ini…hahaha) (17/01/19)
Wujudnya alam menjadi bukti keesaan Allah SWT,
dan tiada sekutu bagi Allah dalam perbuatan. Dari dalil tersebut, dapat
diketahui bahwa tiada dampak/efek sama sekali bagi api dalam membakar, pedang
dalam memotong, atau makan dalam memberikan rasa kenyang. Allah lah yang
menciptakan sifat terbakar ketika sesuatu terkena api. Allah yang
menciptakan sifat terpotong ketika sesuatu dipedang. Allah yang
menciptakan sifat kenyang ketika makan, segar ketika minum.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui:
a.
Orang yang meyakini api itu
membakar karena tabiatnya api, yang meyakini air yang menyegarkan karena
tabiatnya air, maka kafir.
b.
Orang yang meyakini api itu
membakar karena kekuatan yang diberikan oleh Allah untuk api maka bodoh
dan fasiq karena tidak mengetahui hakikat sifat wahdaniyyah.
Dalil di atas termasuk ke dalam dalil
ijmali. (Sudah paham ya?) ok next >>>
Qidam, baqo’, mukholafah lilhawadits,
qiyamuhu binafsih dan wahdaniyyah termasuk ke dalam sifat salbiyyah.
Makna yang penulis ingat adalah ndhedhel. Artinya sifat tersebut merusak
dan menafikan segala sesuatu yang tidak patut bagi Allah SWT.
الصفة
السابعة الواجبة له تعالى القدرة
Sifat wajib bagi Allah yang ketujuh adalah qudroh/berkuasa.
Maknanya Allah Maha Kuasa pada hal yang mumkin ada atau tiada.
Qudroh merupakan sebuah kuasa yng
berdampak/berkorelasi/berhubungan/selaras pada hal yang mumkin ada atau tiada.
Kuasa Allah selaras dengan jalurnya (koridornya), misalnya:
a.
Allah menciptakan anak manusia
b.
Allah menciptakan batu besar
c.
Allah menciptakan makhluq
Sedangkan yang masuk ke dalam kategori yang tak sesuai jalur/koridor,
misalnya:
a.
Allah menciptakan anak bagi
Allah
b.
Allah menciptakan batu besar
yang Allah tidak kuat mengangkatnya
c.
Allah menduplikasi Allah
Untuk kategori yang tidak sesuai, Allah bukannya tidak berkuasa,
namun tidak selaras (re: tidak nyambung).
Hubungan (ta’alluq) qudroh
a.
Ta’alluq dengan hal yang tiada
menjadi ada, seperti hubungan qudroh Allah dengan ketiadaan Arlan menjadi
keberadaan Arlan (from not exist to be exist)
b.
Ta’alluq dengan hal yang ada
menjadi tiada.
v Ta’alluq tanjiziyy hadits merupakan ta”alluq yangt sesuai
dengan kenyataan/fakta dari yang ada menjadi tiada dan dari tiada menjadi ada. Ini
adalah sebuah kenyataan/perwujudan dari suluhiyy.
v Ta’alluq suluhiyy qodim merupakan sebuah kepantasan bagi
Allah mewujudkan sesuatu di zaman azali. Ini merupakan sebuah konsep. Zaman
azali adalah zaman yang melekat pada Allah SWT. Al Awwal bilaa ibtida’.
v Ta’alluq haqiqi: benar-benar nyata.
v Ta’alluq majazi: ta’alluq qudroh yang berhubungan dengan maujud,
setelah adanya maujud, dan sebelum tidak adanya maujud. Maujud adalah sesuatu
yang ada.
Contohnya:
ta’alluq qudroh terhadap wujud kita dan sebelum tiadanya kita. (dalam kata lain
antara ada dan tiada)
Nama lain
dari ta’alluq majazi adalah ta’alluq qobdhoh. Secara etimologi, qobdhoh
artinya genggaman atau kekuasaan. Maknanya sesungguhnya sesuatu
yang ada dalam kekasaan qudroh jika Allah berkehendak. Opsinya adalah Allah
menetapkan wujudnya maujud atau meniadakan maujud.
Ada irodah Allah,
proses: ta’alluq majazi
|
Ta’alluq qudroh secara terperinci ada
tujuh, yaitu:
1. Suluhiyy qodim: kepantasan Allah mewujudkan sesuatu di zaman azali.
2. Ta’alluq qobdhoh I yang berhubungan dengan kita sebelum wujudnya kita.
3. Ta’alluq fa’li yang berhubungan dengan kenyataan proses perwujudan.
4. Ta’alluq qobdhoh II yang berhubungan dengan sesuatu setelah adanya
sesuatu dan sebelum Allah menghendaki tidak adanya sesuatu.
5. Ta’alluq fa’li II yang berhubungan dengan proses peniadaan sesuatu.
6. Ta’alluq qobdhoh III setelah tiadanya sesuatu dan sebelum dibangkitkan.
7. Ta’alluq fa’li III yang berhubungan dengan kita di alam kebangkita.
Ta’alluq qudroh secara ijmali/global
hanya ta’alluq suluhiyy dan tanjiziyy.
v Jumhur ulama’ berpendapat bahwa qudroh berlaku pada yang ada dan tiada.
v Minoritas ulama’ mengatakan bahwa qudroh hanya berlaku pada yang ada
saja.
“Ketika Allah
menghendaki tiadanya sesuatu maka Allah mencegah pertolongan atau sebab-sebab
dari adanya sesuatu tersebut”
“Manusia
punya kehendak lokal, Allah punya kehendak mutlaq. Hakikat kita berdoa adalah
karena Allah menghendaki kita berdoa”
Jumat, 8 Desember 2017
الصفة
الثامنة الواجبة له تعالى الارادة
Sifat wajib
bagi Allah yang kedelapan adalah irodah.
Irodah adalah
sifat yang mengkhususkan/menentukan terhadap sesuatu hal yang mumkin
terjadi dan sesuatu yang boleh melekat atasnya.
“Segala sesuatu
yang tidak mumkin tidak pernah dikehendaki oleh Allah”
Contoh: Zaid boleh
saja tinggi atau pendek. Ketika Zaid tinggi maka kehendak Allah adalah
menentukan zaid tinggi. Penulis boleh saja melanjutkan atau memauqufkan kembali
tulisan ini. Apabila penulis melanjutkan menulis, maka Allah lah yang
menghendaki hal tersebut.
-
Saya ingin menulis = irodah
(menentukan)
-
Saya menulis = qudroh
(mewujudkan)
Segala
sesuatu yang mumkin (mumkinaat) ada enam, yaitu:
1.
Wujud (ada)
2.
‘Adam (tiada)
3.
Sifat (tinggi, pendek, dsb)
4.
Zaman (waktu)
5.
Makan (tempat)
6.
Jihat (arah)
Keenam mumkinat
tersebut saling berlawanan. Misalnya ada tiada, panjang pendek, atas bawah,
tempat ini tempat itu, dst.
Simpulannya, Kang
Narlan, sebelum adanya Kang Narlan, boleh bagi Allah menetapkan
ada atau tiada. Ketika Kang Narlan wujud, maka kehendak Allah bekerja
mewujudkan Kang Narlan dari tiada menjadi ada. Suka-suka Sang Maha Pencipta (Nyatanya
sampai bagian ini masih menulis J)
Jumat, 5
Januari 2018 (Awal Nishfu Tsani)
الصفة التاسعة الواجبة له تعالى العلم
Sifat yang
wajib bagi Allah yang kesembilan adalah ‘ilmu.
Sifat ‘ilmu adalah
sifat yang dahulu yang melekat pada dzatnya Allah yang dengan sifat tersebut
hal yang diketahui terbuka yang meliputi luar dalam tanpa ada permulaan
dan kesamaran.
v Ilmu Allah tanpa ada permulaan dan kesamaran
v Ilmu makhluq ada permulaan dan kesamaran
v Ilmu ada bersamaan dengan adanya Allah. Allah ada maka ilmullah juga ada
(re: qodim)
v Ilmullah mutlaq mengetahui luar dalam (meliputi)
Ta’alluq
sifat ilmu ada tiga sbb.
1.
Hal yang wajib.
Misalnya Allah tahu kalau Allah Tuhan, Esa, Qodim, dst.
2.
Hal yang jaiz. Allah
tahu semua hal yang jaiz.
3.
Hal yang mustahil.
Misalnya Allah tahu kalau sekutu bagi-Nya itu mustahil.
Sifat ilmu hanya
mempunyai ta’alluq tanjiziyy qodim. Allah tahu semua hal sejak zaman azali
dengan ilmu yang sempurna, bukan secara prasangka (ظن) dan keraguan
(شك).
من غير سبق حفاء*
Makna * Allah
mengetahui segala sesuatu sejak zaman azali. Sedangkan makhluq itu dari tidak
tahu (re: jahl) menjadi tahu.
Ilmu tidak
mempunyai ta’alluq suluhiyy.
ص 52
الصفة العاشرة الواجبة له تعالى الحياة
Sifat wajib
bagi Allah SWTyang kesepuluh adalah hidup (hayat)
Hayat adalah
sifat yang membenarkan sifat-sifat Allah lainnya (ilmu, sama’, bashor dll)
v Sifat ilmu, bashor dll bisa wujud/eksis karena sifat hayat
v Wujud bisa jadi hidup bisa jadi tidak hidup
v Hidup pasti wujud
v Melihat, ilmu, mendengar pasti hidup, tapi hidup belum tentu melihat,
ilmu, mendengar
Penulis
coba mengilustrasikan dalam bentuk diagram Venn sbb:
Hayat tidak
berhubungan langsung dengan maujud dan tiada. Ada dan tiada berhubungan
langsung dengan qudroh dan irodah.
Dalil wajibnya
qudroh, irodah, ilmu, dan hayat adalah wujudnya makhluq.
Jika tanpa 4
sifat tersebut maka tiada makhluq, jika ada makhluq maka ada 4 sifat tersebut.
(-p => -q ó q => p)
selaras dengan teori logika yang penulis pelajari di bangku perkuliahan
semester pertama pada mata kuliah Introduction to Basic Mathematics.
Penciptaan
makhluq tidak dilakukan kecuali:
1.
Harus tahu apa yang
dikerjakan
2.
Menghendaki sesuatu yang ingin
dikerjakan dengan irodah
3.
Melakukan sesuatu sesuai yang
dikehendaki dengan qudroh
(note: harus
hidup/hayat)
Sifat ilmu, irodah dan qudroh disebut
sifat ta’tsir (صفات التأثير) yaitu sifat yang memberikan dampak. Dalam
bahasa lain nglabeti.
Setiap akan melakukan sesuatu pasti
mengetahui sesuatu tersebut.
Contoh: Kang Zaid punyaTV di
rumahnya. Dia ingin memindahkan TV tersebut. Sudah pasti dia mengetahui letak
TV yang akan dipindahkan (sifat ilmu).
Jumat, 19 Januari 2018
ص 54
الصفة الحادية عشر والثانية
عشر له تعالى السمع والبصر
Sifat wajib bagi Allah yang kesebelas
dan kedua belas adalah sama’ dan bashor. Mendengar dan melihat.
Dua sifat ini merupakan sifat yang
melekat pada dzat Allah yang berhubungan (ta’alluq) dengan setiap hal yang ada
(maujud).
Ta’alluq sama’ dan bashor: segala
sesuatu yang ada, meliputi:
1. Wajib (cth: dzat Allah, sifat Allah)
2. Jaiz (cth: wujudnya makhluq)
Sama’ dan bashor menjadi sifat
penguat (taukid) dari sifat ‘ilmu. Dalam konteks makhluq kita memahami bagaimana
bisa mengetahui jika tidak mendengar dan melihat?
Poinnya adalah Allah mendengar dan
melihat
1. Mendengar dzat dan suara (ghoiru dhohir dan dhohir)
2. Melihat dzat dan suara (dhohir dan ghoiru dhohir)
Kita wajib mengimani sama’ dan bashor
Allah yang berhubungan dengan setiap hal yang maujud. Masalah kaifiyyah
ta’alluq, kita tidak tahu alias jahil. Dalam bahasa lain akal ora nyandhak.
(+) Aliran sesat dalam Islam
1. Mujassimah
yaitu menjisimkan Allah.
2. Musyabbihah
yaitu mengerupakan Allah dengan makhluq.
|
Mendengarkan dzatnya Zaid bukan
berarti mendengarkan pergerakan dzat melainkan mendengarkan inti dzat.
Dalil Sama’ dan Bashor:
1. Ziyadah atau taukid dari sifat ilmu.
2. Jika Allah buta dan tuli, maka lemah. Jika lemah maka tidak layak bagi
Allah. Allah Maha Suci dari sifat tuli dan buta.
Ta’alluq sama’ dan bashor:
1. Suluhiyy qodim
2. Tanjiziyy hadits
Allah mendengar dan melihat dzat dan
sifat-Nya.
Jumat, 26 Januari 2018
الصفة الثالثة عشر له تعالى الكلام
Sifat wajib bagi Allah yang ketiga
belas adalah kalam.
Kalam merupakan sifat yang dahulu yang
menetap pada dzatnya Allah, tidak berupa huruf dan tidak berupa suara,
disucikan dari permulaan, akhiran, i’rob, dan bina. (berbeda dengan
makhluq)
Makna: bukan runtutan huruf
yang termaktub dalam Qur’an karena hal ini bersifat hadits. Ada
permulaan. Contohnya percetakan al-Qur’an.
“Lafadz yang
tertulis tidak menunjukkan sifat qodim, namun sifat qodim dapat dipahami
dengan perantara lafadz.”
Urutan penyampaian kalam
Baitul ‘izzah
(langit dunia)
|
Waqiila diturunkan secara langsung, waqiila diturunkan secara
berangsur-angsur.
Jumat, 2 Februari 2018
الصفة الرابعة عشر له تعالى كونه قادرا
Sifat yang wajib bagi Allah yang
keempat belas adalah kaunuhu qodiron.
Kaunuhu qodiron merupakan sifat yang melekat pada
Allah SWT yang tidak diwujudkan dan tidak dihilangkan.
Kaunuhu
qodiron tidak sama dengan qudroh
Diantara sifat qudroh dan kaunuhu
qodiron terdapat talazum* (*saling terkait)
Maknanya apabila dzat berkuasa
(qudroh) maka ditemukan keadaan berkuasa (kaunuhu qodiron). Apabila ada irodah
maka ada kaunuhu murida. Apabila ada kalam maka ditemukan kaunuhu mutakaliman.
Allah menciptakan qudroh dalam
dzat Zaid dan kaunuhu qodiron sepaket.
v Qudroh= sebab/alasan/illat
v Kaunuhu qodiron= efek/dampak/akibat/hal
Qudroh bagi Allah bukan ‘illat.
Pemahaman mu’tazilah
Allah menciptakan qudroh pada dzat tetapi tidak menciptakan kaunuhu
qodiron pada dzat.
|
Jumat, 9 Februari 2018
Sifat qudroh s.d. kalam disebut sifat ma’ani (7 sifat)
Sifat qodiron s.d. mutakalliman
disebut sifat ma’nawiyyah (7 sifat)
Antara sifat ma’ani dan ma’awiyyah
saling terkait.
(Keterangan
lebih luas silakan buka di kifayatul awwam)
Dari 50
qoidah, ada 20 sifat mustahil bagi Allah (Kebalikan dari sifat wajib Allah)
1.
Adam (tiada)
2.
Huduts (baru)
3.
Fana’ (rusak)
4.
Mumatsalah lil hawadits
(menyerupai makhluq)
5.
Ihtiyaju lighoirihi (butuh
kepada makhluq)
6.
Ta’addud (berbilang)
7.
Aj’zun (lemah)
8.
Karohah (terpaksa)
Perwujudan
makhluq:
a. Tidak dengan jalan ta’lil (‘illat). Misalnya, gerakan cincin wujud
karena gerakan jari wujud.
b. Tidak dengan jalan thob’i. misalnya, api membakar ketika bersentuhan
dengan kayu kering dan terhindar daribasah (air).
Allah bukan
‘illat dari alam, bukan embrio dari wujudnya alam.
9.
Jahl (bodoh), diba gi menjadi
2, yakni:
a.
Basith: tidak paham apa-apa
b.
Murokkab: beda paham
10. Maut (mati)
11. Shum (tuli)
12. ‘Umyun (buta)
13. Bukmun (bisu)
14. Kaunuhu ‘ajizan
15. Kaunuhu karihan
16. Kaunuhu jahilan
17. Kaunuhu mayyitan
18. Kaunuhu ashomm
19. Kaunuhu a’ma
20. Kaunuhu abkam
Segala
sesuatu itu ada 4, yaitu:
1.
Hal yang maujud : seperti dzatnya Zaid
2.
Ma’dumat : seperti anakmu sebelum
diciptakan
3.
Ahwal : seperti kaunuhu qodiron (keadaan
menulis)
4.
I’tibar : seperti tetapnya berdiri
bagi Zaid (ketetapan menulis)
v Duapuluh sifat wajib itu menurut pendapat Imam Sanusi (dalam
kitab Sughro). Total 50 sifat.
v Mu’allif (Syeikh Muhammad al Fudholi) tidak sepakat. Beliau
menafikan ahwal (kaunuhu qodiron ila akhirihi/ sifat ma’nawiyyah) sebanyak
7 sifat. Jika sifat ma’nawiyyah (7) hilang, maka sifat kebalikannya
(7) juga hilang. Total 36 sifat.
v Imam Asy’ari tidak menganggap wujud itu sifat, melainkan ainu dzat.
(12, 12, 1, 4, 4, 1). Total 34 sifat.
v Jika kamu ingin mengajarkan sifat-sifat Allah kepada orang awwam,
jelaskanlah asma’ yang jelas (36= 13+13+1+4+4+1) termasuk wujud.
v Sebagian ulama’ membedakan ahwal (keadaan) dan I’tibar
(ketetapan). Keduanya adalah selain maujud dan ma’dum.
v Ahwal: punya ta’alluq dan menempati dzat.
v I’tibar: tidak punya ta’alluq dan tidak menempati dzat.
Jumat, 2 Maret 2018
Qoidah yang
keempat puluh satu adalah sifat ja’iz bagi Allah SWT.
Dalam artian
Allah boleh menciptakan baik dan buruk.
Dalam kitab
kain dijelaskan fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu.
Tentang qodho
dan qodar
Qodho
|
Qodar
|
Irodah Allah yang berta’alluq di zaman azali
|
Kenyataan
|
Ilmullah yang berta’alluq dengan ilmu di
zaman azali
|
Terwujudnya ilmullah
|
Qodim
|
Hadits
|
v Menurut ahlussunnah wal jama’ah, Allah tidak wajib menciptakan
sesuatu.
v Menurut mu’tazilah, Allah harus berbuat baik kepada hamba.
ص 74
Sebagian syariat yang direvisi:
ü Iddah wanita yang ditinggal mati 6 bulan menjadi 4 bulan 10
hari.
ü Awal Islam khamr halal (fase I), kemudian tidak boleh
minum khamr ketika hendak shalat (fase II), akhirnya diharomkan (fase
III).
ü
Nikah kontrak (mut’ah) halal
menjadi harom.
v Wajib hukumnya (secara terperinci) bagi mukallaf mengetahui
dan membenarkan para Rasul yang disebut dalam Qur’an. Menurut beberapa
referensi, jumlah Rasul sebanyak 313 dan nabi sebanyak 124 ribu.
v Menurut Syeikh Sa’id, meyakini
hal tersebut secara global cukup. Namun pendapat ini tidak dijadikan
acuan.
v Wajib hukumnya meyakini qurun waktu terbaik adalah masa shohabah
(shohabah utama: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali). Setelah itu masa-masa tabi’in,
baru kemudian tabi’ut tabi’in.
v Akan tetapi, menurut Imam Ulqomi, yang diutamakan adalah Sayyidatuna
Fatimah dan Sayyidina Ibrohim.
v Menurut syeikh Malik, semua anak Rasulullah sama-sama diutamakan.
v Wajib mengetahui Rasulullah SAW lahir du Makkah al Mukarromah dan wafat
di Madinah al Munawwaroh.
v Wajib bagi ayah mengajarkan aqidah kepada anak-anaknya.
Putra-putri
Rasulullah SAW ada 7, yakni:
1. Sayyiduna Qosim
2. Sayyidatuna Zainab (menikah dengan Abul ‘Ash)
3. Sayyidatuna Ruqoyyah (menikah dengan Sayyiduna Utsman)
4. Sayyidatuna Fatimah (menikah dengan Sayyiduna Ali)
5. Sayyidatuna Ummu Kultsum (menikah dengan Sayyiduna Ustman)
6. Sayyiduna Abdullah (dilaqobi dengan Ath Thoyyib dan Ath Thohir)
7.
Sayyiduna Ibrohim
Nomor 1 s.d.
6 dari Sayyidatina Khodijah, nomor 7 dari Sayyidatina Mariyah al Qibthiyyah
Aqidah yang
ke-42 s.d. 45 adalah sifat Shidq, Amanah, Tabligh, Fathonah (disebut sifat
wajib) bagi para rosul.
Sedangkan
aqidah ke-46 s.d. 49 adalah sifat Kidzib, Khiyanat, Kiuman, Baladah (disebut
sifat muhal) bagi rosul.
Bukti sifat
shidq (gunakan kontradiksi, seperti logika memahami sifat wajib bagi Allah
SWT)
Tatkala rasul
dusta, maka khobar rosul dusta. Jika khobar rosul dusta, maka khobar Allah
dusta. Ini hal yang mustahil. Simpulannya, rosul wajib shidq/jujur.
Bukti sifat
amanah
Jika rosul
khianat, maka rosul melakukan hal yang harom makruh. Jika rosul demikian, maka
perintah seperti yang dilakukan rosul (uswah) yaiu harom/ makruh. Hal ini
mustahil karena Allah tidak memerintah keburukan. Jadi, rasul wajib amanah.
Bukti sifat
tabligh
Apabila rasul
kitman, maka perintah tidak disampaikan, jika demikian, maka tidak sah
(dilaknat). Jadi, rosul wajib tabligh.
Bukti sifat
fathonah
Jika rosul
tidak cerdas, maka tidak mampu mendirikan hujjah kepada para musuh. Padahal,
mustahil berhujjah tanpa kecerdasan. Simpulannya, wajib bagi rosul memiliki
sifat fathonah.
Aqidah yang
ke-50 adalah sifat jaiz rosul yaitu sifat-sifat kemanusiaan yang dimiliki oleh
rosul.
Bukti sifat
jaiz rosul
Rosul
senantiasa naik derajat. Sakitnya rosul menambah derajat dan sebagai penghibur
bagi selain rosul.
Kelimapuluh
aqidah telah dijelaskan oleh mushonnif disertai dengan dalil-dalilnya yang
logis (masuk akal). Setelah pembahasan aqoid 50, mushonnif memberikan tambahan
aqidah yang biasa dibahas dalam masyarakat.
Wajib mengimani
bahwa Rasulullah SAW mempunyai 2 telaga (Kautsar dan lainnya). Terkait letak
telaga tersebut, terjadi khilaf. Ada yang mengatakan sebelum shiroth, dan
ada pula yang berpendapat telaganya terletak setelah shiroth.
Wajib iman tentang
syafa’at Rasulullah.
Wajib iman bahwa
jika melakukan dosa selain kafir maka tidak menjadi kafir.
Wajib taubat
sesegera mungkin setelah melakukan dosa.
Wajib meninggalkan
sifat-sifat tercela, seperti sombong (kibr), hasud, ghibah, namimah dsb. Kibr
adalah menolak kebenaran (haqq) dan menghina makhluq. Hasud adalah tidak
senang orang lain mendapat nikmat dan berharap kenikmatan orang lain hilang. Namimah
adalah adu domba (kalau bahasa kerennya devide et impera).
Wajib iman bahwa
orang yang melakukan dosa pasti mendapatkan konsekuensinya.
ص 82
خاتمة
Mushonnif
menutup kitab ini dengan mendefinisikan iman secara bahasa dan istilah. Secara
bahasa, iman didefinisikan sebagai mutlaq membenarkan. Secara syari’at,
iman diartikan sebagi membenarkan semua yang dibawa oleh Baginda
Rosulullah SAW.
Iman tidak
sebatas menetahui saja. Banyak orang kafir yang mengetahui syari’at Islam,
namun (al ‘iyaadzu billah) tidak mendapatkan hidayah. Malahan ada orang kafir
yang sengaja mempelajri syari’at agama Islam untuk bahan menghancurkan agama
Islam. Sebut saja Snouck Hurgronje. Penulis coba kutipkan dari Mimbar Online
tulisan Muhammad Isa Anshori ( Peneliti pada Pusat Studi Peradaban Islam
(PSPI) di http://ibnuaudah48.blogspot.com/2014/10/snouck-hurgronje-bapak-orientalis.html
Nama lengkapnya adalah Christiaan Snouck Hurgronje; seorang orientalis
Belanda terkenal dan ahli politik imperialis. Lahir pada 8 Februari 1857 di
Oosterhout dan meninggal pada 26 Juni 1936 di Leiden. Ia merupakan anak keempat
pendeta J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria, putri pendeta Christiaan de
Visser.
Perkawinan
kedua orang tuanya didahului oleh skandal hubungan gelap sehingga mereka
dipecat dari gereja Hervormd di Tholen (Zeeland) pada 3 Mei 1849. Seperti ayah,
kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck sempat
bercita-cita ingin menjadi seorang pendeta. Oleh karena itu, pada 1874 ia
memasuki Fakultas Teologi di Universitas Leiden. Setelah lulus sarjana muda
pada 1878, Snouck melanjutkan ke Fakultas Sastra Jurusan Sastra Arab di
Universitas yang sama. Ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang Sastra
Semit pada 1880 dengan disertasi berjudul Het Mekkansche Feest (Perayaan
Mekah).
Beberapa
orientalis terkenal menjadi guru dan sahabat Snouck serta sangat mempengaruhi
pandangannya tentang Islam dan politik imperialis. Mereka antara lain adalah
Abraham Kuenen, C.P. Tieles, L.W.E. Rauwenhoff, M.J. de Goeje, Ignaz Goldziher,
Theodor Nöldeke, dan R.P.A. Dozi.
Untuk
memperdalam pengetahuan tentang Islam dan bahasa Arab, pada 1884 Snouck pergi
ke Mekah. Di hadapan para ulama, ia menyatakan masuk Islam dan memakai nama
Abdul Ghaffar. Ia mengadakan hubungan langsung dengan para pelajar dan ulama
yang berasal dari Hindia Belanda.
Pengetahuannya
tentang Islam memang cukup luas. Ia sangat menguasai bahasa Arab, bahkan juga
hapal Al-Qur’an. Kelak ketika bertugas di Hindia Belanda, banyak pribumi muslim
memberinya gelar Syaikhul Islam Tanah Jawi karena terkagum dengan ilmunya dan
menyangkanya benar-benar sebagai muslim. Padahal, menurut P. Sj. Van
Koningsveld, keislaman Snouck Hurgronje hanyalah tipu muslihat. Karena sering
menghadapi perlawanan jihad dari umat Islam, pemerintah kolonial Hindia Belanda
pada 1889 mendatangkan Snouck Hurgronje ke Indonesia. Mereka mengangkatnya
sebagai penasihat untuk urusan-urusan Arab dan pribumi. Tugasnya adalah
melakukan penyelidikan mengenai hakikat agama Islam di Indonesia dan memberikan
nasihat kepada pemerintah mengenai urusan-urusan agama Islam.” (dikutip di
Semarang, 24 Februari 2019 pukul 01.30 WIB)
Penulis
mengajak pribadi penulis dan pembaca untuk bersyukur atas karunia hidayah yang
Allah limpahkan kepada kita. Orang-orang kafir banyak yang alim tentang Agama
Islam, tapi mereka tidak mengimani. Tanpa adanya hidayah dari Allah SWT,
pengetahuan kita mengenai Islam mumkin tidak menjadikan kita muslim. Semoga
IMAN dan ISLAM kita TSABIT. Aamiin.
Kembali
kepada pembahasan aqidah yang dituangkan muallif di akhir bagian dalam kitab
ini adalah kewajiban mengetahui nasab Rasulullah SAW. Kita yang mengaku-ngaku
menjadi ummatnya Beliau sudah sepantasnya mengenal nasab Beliau. Dari arah
ayah, beliau Nabiyyullah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutholib bin
Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushoiyy bin Ka’ab bin Luaiyy bin Gholib bin Fihr bin
Malik bin Nadhor bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhor
bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan. Ulama’ sepakat bahwa nasab Rasulullah
SAW shohih sampai sayyidina ‘Adnan. Ijma’ ulama juga mengatakan bahwa nasab
Rasulullah dari Nabiyyullah Adam AS hingga sayyidina ‘Adnan tiada riwayat yang
shohih.
Dari jalur
ibu, Beliau Nabiyyullah Muhammad SAW bin Aminah binti
Wahab bin Abdu Manaf (bukan Abdu Manaf sang kakek dari ayah) bin Zahroh.
Berikut
redaksi yang disampaikan muallif dalam menutup Kitab Kifayatul Awam ini.
وهذا أخر ما يسر الله به من فضله وصلى الله على سيدنا محمد وعلى أله
وأصحابه وعلى أهل بيته كلما ذكره الذاكرون وغفل عن ذكره الغافلون والحمد لله رب
العالمين.
السلام عليكم
و رحمة الله و بركاته
Alhamdulillaahirobbil’aalamiin. Atas ma’unah dari Allah SWT tulisan ini rampung.
Kitabah ini hanyalah salah satu upaya penulis untuk membuka pemahaman dalam mempelajari
Mahakarya Syeikh Al Fudholi (re: Kifayatul Awwam). Murni hasil
muthola’ah penulis dari mengaji dengan guru penulis, yakni beliau Ustadz
Tsabit Ghufron tatkala di bangku kelas 2 wustho Madrasah Diniyyah
Salafiyyah Al Asror. Tercatat Sabtu Malam Ahad, 21 April 2018 (5 Sya’ban 1439
H) waktu do’a khataman bersama kitab Imrithi yang dipimpin oleh pengampu nahwu
sekaligus Mustahiq, Beliau Ustadz Lalan Falatansah.
Dipersilakan
bagi pembaca yang berkenan melihat tulisan ini dan ikut nderes. Penulis merasa
sangat bombong. Sangat dianjurkan membaca kitab asli sebelum
ngambah tulisan ini. Karena ini bukan syarah, bukan mukhtashor, pun bukan
tarjamah, melainkan hanya sebuah dokumen untuk media muthola’ah penulis. Tidak
perlu mengikuti jalan pikiran penulis semisal kurang cocok. Mau jadi mu’tazilah?
Silakan. Mau jadi liberal? Silakan. Asalkan jangan bawa-bawa penulis, ya.
Kitabah ini bukan untuk provokasi, lebih pada dokumentasi. Ingin
kritik atau adu pemahaman? Ingin menambah keterangan? Sangat diperbolehkan J.
Semoga
kitabah kecil ini bermanfaat.
Ahad, 24 Februari 2019 (19 Jumadil Akhir 1440 H)
Aula PP Assalafy Putra Al Asror 02.29 WIB
Salam,
Al Faqiir Al Jatihadi*
|
والله تعالى
أسأل أن ينفعنى بها و هو حسبى و نعم الوكيل
و هو أعلم
بالصواب
والسلام عليكم
و رحمة الله و بركاته
Sangat membantu untuk para santri untuk lebih memahami kitab kifayatul awam.
BalasHapusMohon dikoreksi ustadzah.
HapusKitabah ini bukan ringkasan atau tarjamah, hanya sebatas muthola'ah dari penulis dan sepemahaman penulis. Tidak perlu mengikuti jalan pikiran penulis apabila kurang cocok. WabilLlahi nasta'iin.