NU itu Sama dengan Ahlu Sunnah wal
Jama’ah?
Tulisan ini
tidak akan membahas “ketidakhadiran NU di masyarakat”, “NU yang tidak merakyat”
maupun “elitis NU”.
Sebelum
mengulik lebih dalam “rumah besar” yang bernama jam’iyyah Nahdhotul Ulama,
mari kita membahas Ahlu Sunnah wal Jama’ah (Aswaja/Sunni). Coba kita perhatikan
penggalan ayat
ادخلوا فى السلم
كافة
Masuklah
agama Islam secara kaffah. Totalitas. Ngglundeng. Aswaja menjalankan
Islam secara kaffah, menggunakan dalil naqliyah dan juga aqliyah. Meskipun
semua golongan mengklaim saya islam kaffah. Khowarij tidak suka dengan
Sayyidina Ali dan ahlul bait. Syi’ah yang diterima hanya Sayyidina Ali dan
ahlul bait. Mu’tazilah tidak menerima ayat ataupun hadits yang tidak masuk
akal, menggunakan aqliyah dalam syariat. Salafi beda (ndak sama) dengan ulama
salaf.
Salaf-Kholaf
Sedikit
menyinggung mengenai ulama salaf, kita kenal dengan frasa lain yaitu ulama
kholaf. Ada yang menyebut ulama mutaqoddimin dan muta’akhkhirin. Perbedaan
keduanya pada konsep pemahaman ayat-ayat mutasyabihat (read:
belum jelas, lawan dari muhkamat) dalam Qur’an.
1.
Konsep salaf memahami dengan tafwidh ma’a tanzih
(pasrah apa adanya dengan mensucikan)
2.
Era kholaf memahami dengan takwil (mengarahkan
pada makna yang sesuai/patut)
*) Konsep salaf (tafwidh ma’a tanzih) silakan digunakan ketika sudah mampu
mengendalikan akal dalam artian ketika ada lafadz “Allahu akbar” tidak
membayangkan besarnya Allah SWT.
*) Konsep
kholaf (takwil)
silakan digunakan ketika akal masih membayangkan dzat Allah, maka harus
ditakwil. Misalkan yadullah dimaknai kekuasaan Allah, Allah turun ke
langit bumi dimaknai rohmat Allah yang turun ke langit bumi, etc. Masih banyak
ayat-ayat al Qur’an yang memantik ikhtilaf baina salaf wal kholaf.
Imam Abu
Hasan al Asyari menjelaskan konsep ulama’ salaf dengan takwil agar tidak
terjadi kesalahpahaman.
Karena 2
konsep diatas maka muncul qo’idah:
طريقة
السلف أسلم, طريقة الخلف أحكم
Toriqotussalaf aslam, thoriqotul
kholaf ahkam
Toriqohnya salaf itu lebih selamat, toriqohnya
kholaf itu lebih bisa dipakai hukum.
Anjuran atau
perintah Rasulullah dalam berjamiyyah mendasari berdirinya Nahdhotul Ulama.
عليكم بالجماعة.
و من شذ شذ فى النار
Kalian wajib berjam’iyah, barang
siapa yang infirod/nrecel maka akan sendirian di neraka.
Dulu Namanya jama’ah
muwahhadah, maa ana alaihi wa ashhabi. Ini bukan pecahan, melainkan
jam’iyah. Kemudian Namanya menjadi ahlussunnah wal jamaah pada masa Umar bin
Abdul Aziz, yang setelahnya kita mengenal ahlussunah wal jamaah asy’ariyah dan
maturidziyah.
Ciri yang
melekat pada NU yang disampaikan oleh KH Hasyim Asy’ari setidknya ada 5 hal,
yakni:
1.
perintah berjamiyyah;
2.
bukan pecahan / sempalan / firqoh;
3.
golongan yang besar;
4.
ikut maa ana alaihi wa ashhabi;
5.
ikut alaikum bi sunnati wa sunnatu khulafaur
rosyidin.
Frasa “rumah besar” dipakai untuk
melihat jamiyyah yang masanya sangat besar bernama Nahdhotul Ulama. Rumah
dengan amat banyak kamar dan ruangan. Kalau kita melihat dari sisi kamar
belakang, tak akan terlihat pintu depan. Kemajemukan ini dapat kita gunakan
untuk menyederhanakan kemajemukan ulama NU dan warga Nahdhiyin.
Begitu plural dan lengkap komposisi
warga dan ulama nahdhiyin. Gambaran yang ada di kepala tiap orang NU pun
kemumkinan berbeda-beda. Padahal di luaran sana banyak firqoh-firqoh seperti
Syiah, Qodiriyah, Murji’ah, Jahmiyah, Khowarij, dan Mu’tazilah.
Singkatnya, NU
itu beraqidah ahlusunnah wal jamaah yang mengikuti manhaj Imam Maturidzi dan
Imam Asy’ari.
De-NU-isasi
Hindari orang-orang yang mengucapkan
atau memprovokasi dengan kalimat “ora usah NU-NUan, Islam ya Islam.”
“Para santri harus waspada terhadap
orang yang mengaku-aku ahlussunnah, tapi tidak mau mengakui NU,
menjelek-jelekkan pemimpin-pemimpin NU, menjelek-jelekkan organisasi. Barang
siapa ada yang bicara tidak NU NU-an berarti dia jelas Wahabi”, dhawuh KH Anwar
Manshur Lirboyo, Kediri.
Kita mungkin isykal, kok ada
ya NU yang wahabi.
Kyai As’ad, utusan Syaikhuna Kholil
Bangkalan, yang diutus mengantarkan tongkat dan tasbih kepada KH Hasyim Asy’ari
menyampaikan dua kalimat yaitu “Ya Jabbar, Ya Qohhar”. Setelah ditelisik
ternyata dua kalimat itu adalah tameng/perisai. Ya Jabbar temeng
serangan dari luar, Ya Qohhar dari dalam.
Syaikhuna KH Kholil Bangkalan dhawuh
kalau ada yang ragu dengan NU atau punya niat jahat kepada NU, maka mereka akan
hancur, entah itu perorangan maupun organisasi. Bisa kita lihat ormas atau
perorangan yang berusaha ngutik-ngutik NU langsung hancur.
Kita Butuh NU, bukan NU yang butuh Kita
KH Ali Maksum berpesan empat hal
kepada para kader dan pengurus jamiyyah NU.
1.
Al makrifat bi nahdhotil ulama
2.
Ats tsiqotu bi nahdhotil ulama
3.
Al jihadu bi nahdhotil ulama
4.
Ash shobru bi nahdhotil ulama
“Jangan mencari keuntungan lewat NU.
NU dijaga oleh ALLAH SWT” dhawuh KH Achmad Khalwani.
Pendiri NU, Simbah KH Hasyim Asy’ari
mengatakan, “sapa kang gelem ngurus NU, mengko tak anggep santriku. Sapa
kang dadi santriku, tak dungakna husnul khotimah sak dzuriyahe.” Siapa yang
berjuang di jam’iyah Nahdhotul Ulama akan dianggap santrinya Hadhrotussyaikh.
Siapa yang menjadi santri Beliau akan didoakan husnul khotimah beserta anak
turunnya.
Semoga kita diakui santri oleh
Beliau. Aamiin.
Semarang, 31 Januari 2021
Al Faqir Al Jatihadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar